Mahasiswa S2 FIB UNAIR Jadi Presenter dan Penerima Beasiswa di Konferensi Internasional IAFOR Jepang

EduNews

educare.co.id, Surabaya – Mahasiswa Program Magister Ilmu Linguistik Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR), Aulia Noor Eliza, berhasil mengharumkan nama kampus di ajang internasional. Eliza terpilih menjadi salah satu presenter dalam The 15th Asian Conference on Cultural Studies (ACCS) 2025 yang diselenggarakan oleh The International Academic Forum (IAFOR) pada 11–16 Mei 2025 di Tokyo, Jepang.

Tidak hanya menjadi presenter, Eliza juga menerima beasiswa konferensi yang membebaskannya dari biaya registrasi, sebagai bentuk apresiasi terhadap kualitas penelitiannya.

“Alhamdulillah bisa mendapat kesempatan mempresentasikan hasil riset saya dalam konferensi internasional tersebut,” ujar Eliza.

Tampilkan Penelitian Tentang Bahasa dan Multikulturalisme

Dalam forum akademik bergengsi tersebut, Eliza mempresentasikan hasil risetnya yang berjudul Linguistic Landscape Study in Kya-Kya Surabaya, Indonesia. Penelitian ini berfokus pada subtema Linguistics, Language, and Cultural Studies, dengan mengangkat kawasan Kya-Kya di Jalan Kembang Jepun, Surabaya sebagai objek kajian.

Melalui analisis terhadap 149 papan tanda serta wawancara dengan komunitas lokal, Eliza menemukan bahwa Bahasa Indonesia memainkan peran utama sebagai lingua franca yang menghubungkan berbagai etnis di kawasan tersebut. Ia juga menyoroti penggunaan bahasa lain seperti Mandarin, Jawa, dan Belanda yang menunjukkan jejak historis kawasan Kya-Kya sebagai ruang multikultural.

Proses menuju konferensi ini, diakuinya, telah dimulai sejak satu tahun sebelumnya. Ia mengetahui informasi konferensi dari rekannya, kemudian menyesuaikan tema, menyusun abstrak, hingga mengikuti seleksi beasiswa, termasuk membuat video penjelasan penelitian.

“Meski cukup melelahkan, Alhamdulillah, perjalanan proses itu bisa membawaku ke titik ini,” ungkapnya, menceritakan tantangan mobilitas yang harus ia hadapi karena kerap bolak-balik ke lokasi penelitian dan berkoordinasi dengan masyarakat setempat.

Konferensi internasional tersebut diikuti oleh 571 delegasi dari 51 negara, yang terdiri atas mahasiswa S1 hingga S3 serta kalangan profesional. Bagi Eliza, pengalaman ini bukan hanya soal mempresentasikan penelitian, tetapi juga memperluas wawasan dan jejaring akademik.

“Bertemu banyak peneliti dan akademisi dari berbagai negara, bertukar pikiran, berdiskusi soal budaya dan riset mereka, memberikan saya banyak insight baru. Ini jadi pengalaman yang benar-benar membuka wawasan,” tuturnya.

Eliza menekankan pentingnya keterlibatan peneliti muda Indonesia dalam forum internasional untuk menyebarkan hasil riset secara luas.

“Meneliti bukan hanya menulis dan selesai. Tapi bagaimana kita membagikan pengetahuan itu agar bisa memberi manfaat dan jadi bahan diskusi ilmiah,” tegasnya.

Eliza berencana untuk mempublikasikan hasil risetnya dalam prosiding resmi konferensi. Ia juga berharap bisa kembali mengikuti konferensi internasional di masa mendatang dan terus berkembang dari pencapaian yang telah diraih.

“Semoga saya berani mengambil berbagai langkah apa pun. Terima kasih FIB dan UNAIR yang telah memfasilitasi perjalanan akademik saya hingga sampai konferensi internasional,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *