Kebijakan Pengembangan Energi Panas Bumi di Tanah Air

EduNews EduTechno
Sumber : esdm.go.id
Sumber : esdm.go.id

Penulis: Maghfiroh Yenny (Dosen Universitas Gunadarma)

EDUCARE — Lebih seabad lalu, tepatnya tahun 1918, JB Van Dick, ilmuwan yang berasal dari Belanda, pertama kali menyampaikan idenya untuk mengembangkan potensi panas bumi di Tanah Air. Ketika itu, Kawasan Kamojang, Jawa Barat yang disasar menjadi tempat pertama eksplorasi salah satu energi nonfosil ini.

Namun, baru pada tahun 1925, Pemerintah Hindia Belanda mulai bergerak setelah ide tersebut dicetuskan Kembali oleh NJM Taverne. Apalagi saat itu  Italia dan Amerika Serikat sukses memanfaatkan panas bumi menjadi sumber energi. Meskipun, pada akhirnya pengeboran 5 sumur oleh perusahaan The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey berhenti di tahun 1928  karena keadaan finansial pemerintah kolonial Belanda.

Berpuluh tahun kemudian, pemanfaatan energi panas Bumi di Kamojang ini betul-betul terlaksana baru di tahun 1978. Ketika itu pemerintah untuk pertama kalinya membangun PLTP di Indonesia. Pembangunan Monoblok 250 kW di Lapangan Kamojang menandai berdirinya PLTP pertama di Indonesia. Namun, pengoperasian secara komersial baru dimulai pada tahun 1982, dengan unit 1 berkapasitas 30 MW.

Saat ini, isu tentang menipisnya bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batu bara, memang telah menjadi perhatian utama para pakar dan pemerhati energi di dunia. Pencarian energi alternatif, termasuk energi panas bumi, menjadi salah satu jalan keluar untuk terhindar dari masalah krisis energi.

Pemerintah tentu sejak lama sudah bersiap dengan urusan energi alternatif ini. Perpres Nomor 5 Tahun 2006 dan Inpres Nomor 1 Tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional (KEN) adalah buktinya. Regulasi ini memberikan porsi lebih besar kepada energi terbarukan termasuk panas bumi.

Mengapa kebijakan pemanfaatan energi panas bumi atau geothermal menjadi hal yang sangat penting untuk terus dikembangkan? Selain karena Indonesia menguasai cadangan panas bumi dunia, energi geothermal adalah sumber energi yang ramah lingkungan karena asal muasalnya adalah dari panas dalam bumi.

Posisi Indonesia yang berada di kawasan ring of fire menjadikan Indonesia sebagai negara dengan sumber energi panas bumi terbesar di dunia, yang menyimpan 40 persen cadangan panas bumi dunia. Sumber daya energi panas bumi di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 28,5 Giga Watt electrical (GWe). Dari potensi tersebut, pemerintah telah menetapkan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dan Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (WPSPE) yang siap dikembangkan.

Dengan potensi panas bumi yang demikian melimpah maka Pemerintah Indonesia akan mengembangan proyek PLTP secara massif. Hingga saat ini, terdapat 16 PLTP yang beroperasi di Indonesia, dengan total kapasitas terpasang PLTP Indonesia (2,1 GW). Ini menempati peringkat kedua setelah Amerika Serikat.

Keseriusan pemerintah dalam hal ini terlihat dari berhasilnya  Indonesia mengoperasikan salah satu PLTP terbesar di dunia, yaitu PLTP Sarulla 330 MW sejak tahun 2018 lalu. Proyek PLTP Sarulla di Provinsi Sumatera Utara ini memiliki total kapasitas sebesar 330 MW. PLTP Sarulla merupakan proyek PLTP dengan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) tunggal terbesar di dunia dengan skema Independent Power Producer (IPP).

Daftar PLTP di Indonesia

NO NAMA PLTP KABUPATEN/KOTA PROVINSI
1 PLTP Salak Tasikmalaya Jawa Barat
2 PLTP Sarulla Tapanuli Utara Sumatera Utara
3 PLTP Darajat Garut Jawa Barat
4 PLTP Kamojang Garut Jawa Barat
5 PLTP Wayang Windu Bandung Jawa Barat
6 PLTP Ulubelu Tanggamus Lampung
7 PLTP Sorik Marapi Mandailing Natal Sumatera Utara
8 PLTP Lahendong Minahasa Sulawesi Utara
9 PLTP Rantau Dadap Muara Enim Sumatera Selatan
10 PLTP Muara Laboh Solok Selatan Sumatera Barat
11 PLTP Dieng Wonosobo Jawa Tengah
12 PLTP Lumut Balai Muara Enim Sumatera Selatan
13 PLTP Patuha Bandung Jawa Barat
14 PLTP Karaha Garut Jawa Barat
15 PLTP Sibayak Karo Sumatera Utara
16 PLTP Ulumbu Manggarai Nusa Tenggara Timur
17 PLTP Sokoria Ende Nusa Tenggara Timur
18 PLTP Mataloko Ngada Nusa Tenggara Timur

Namun, memaksimalkan potensi panas bumi di Tanah Air tak semudah membalik telapak tangan. Dalam proses membangun energi panas bumi di Tanah Air tentu tak selalu berjalan mulus. Persoalan pengembangan panas bumi sangat terkait dengan begitu banyak variabel. Salah satunya sering kali terjadi benturan dengan kebijakan kehutanan. Ini berakibat pada masalah investasi yang sempat mengalami hambatan.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Tidak lain Ini terjadi akibat tidak seiring sejalannya hukum di negara kita sendiri. Kegiatan pembangunan geothermal dulu sempat dikategorikan sebagai aktivitas pertambangan, sesuai Undang-Undang No 27 Tahun 2003. Akibatnya, kegiatan eksplorasi energi panas bumi sempat dilarang di wilayah hutan lindung dan area konservasi. Padahal, sekitar 80 persen cadangan panas bumi di Indonesia berada di area hutan lindung dan Kawasan konservasi. Jadi terasa sangat tidak mungkin untuk memanfaatkan potensi panas bumi yang melimpah ruah di Indonesia. Sementara, sesungguhnya aktivitas eksplorasi geothermal hanya memberikan dampak kecil pada lingkungan. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan jenis aktivitas pertambangan yang lain.

Namun, masalah ini pada akhirnya bisa diatasi dengan adanya UU Geothermal yang menggantikan UU No 27 Tahun 2003. Undang-Undang No 21/2014 yang disahkan pada Agustus 2014 oleh DPR RI ini memisahkan geothermal dari kegiatan pertambangan yang lain. Hal ini tentu menjadi moment penting untuk kegiatan eksplorasi geothermal di wilayah hutan lindung dan area konservasi.

Kendala lainnya adalah karakteristik panas bumi yang berada di Kawasan pegunungan yang menyebabkan panas bumi tidak bisa disalurkan dengan jarak jauh seperti gas. Ditambah lagi persoalan infrastruktur yang belum bagus di wilayah-wilayah terpencil.

Banyaknya kendala dalam pengembangan panas bumi tak berarti harus menghentikan Langkah mengembangkan potensi besar ini. Apalagi panas bumi adalah yang paling ramah lingkungan. Emisi karbondioksida energi panas bumi jauh lebih rendah dari BBM, batu bara, dan gas alam. Selain itu, panas bumi bisa dikatakan sebagai energi terbarukan yang tidak tergantung pada iklim dan cuaca.

Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk terus meningkatkan pemanfaatan energi panas bumi ini? Yang jelas, berbagai instansi yang terkait dengan masalah ini harus bergerak dalam arah yang sama dengan kepentingan dan tujuan yang sama. Beberapa instansi terkait di antaranya adalah Kementerian BUMN, ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Riset dan Teknologi, Kehutanan, dan Perindustrian.

Pemerintah harus pula berkonsentrasi untuk menciptakan teknologi pemanfaatan panas bumi yang terbaik dan ekonomis dan menekan harga listrik geothermal. Dan, yang terpenting adalah membuat roadmap yang jelas, mulai dari riset hingga program penerapannya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *