Guru Besar UNAIR: Mikroplastik Ancam Kesehatan Manusia
educare.co.id, Surabaya – Mikroplastik kini menjadi ancaman serius tidak hanya bagi lingkungan, tetapi juga bagi kesehatan manusia. Isu ini menjadi sorotan utama dalam orasi ilmiah Prof. Dr. Lilis Sulistyorini, Ir., M.Kes., saat pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Pencemaran Lingkungan dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Kamis (24/4/2025).
Dalam pidatonya yang berjudul Pengendalian Pencemaran Mikroplastik: Melindungi Lingkungan dan Kesehatan Manusia, Prof. Lilis memaparkan dampak mikroplastik yang telah mencemari udara, laut, dan tanah, serta bahayanya terhadap tubuh manusia.
“Mikroplastik bukan lagi sekadar limbah tak kasatmata. Partikel ini kini telah ditemukan dalam tubuh manusia, mulai dari saluran pencernaan, paru-paru, hingga plasenta. Risiko kesehatannya bukan spekulasi, tapi nyata dan terukur,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, di atmosfer partikel mikroplastik terbawa angin dan dapat terhirup oleh manusia, bahkan mencapai wilayah terpencil. Senyawa berbahaya yang menempel pada mikroplastik juga dapat meningkatkan resistensi antibiotik dan memengaruhi pembentukan awan serta pola hujan secara global.
Sementara itu, di perairan laut mikroplastik masuk ke tubuh organisme laut melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi.
“Serat mikroplastik menjadi bentuk paling dominan yang ditemukan di pesisir. Ini mengancam populasi ikan dan berdampak pada keamanan pangan laut kita,” paparnya.
Di daratan, partikel mikroplastik berdampak negatif pada struktur dan kesuburan tanah. Hal ini memengaruhi produktivitas pertanian serta menurunkan kualitas lingkungan secara keseluruhan.
Paparan mikroplastik pada manusia, menurut Prof. Lilis, dapat terjadi melalui tiga jalur: inhalasi (pernapasan), ingestasi (konsumsi), dan kontak kulit. Partikel ini bahkan telah ditemukan dalam darah dan jaringan tubuh manusia dengan ukuran rata-rata 14 mikrometer.
Ia mengungkapkan sejumlah risiko kesehatan akibat paparan mikroplastik, seperti inflamasi paru-paru, gangguan sistem reproduksi, penyakit metabolik, penurunan kualitas sel telur, hingga risiko kanker. Dampak jangka panjangnya juga diyakini dapat memengaruhi kesehatan mental masyarakat akibat menurunnya kualitas udara di wilayah perkotaan.
“Kerusakan lingkungan akibat mikroplastik bukan hanya permasalahan ekologis, tetapi juga krisis kesehatan masyarakat yang harus direspons segera,” tegasnya.
Dalam upaya pengendalian, Prof. Lilis menekankan pentingnya sinergi kebijakan, edukasi, dan inovasi teknologi. Beberapa langkah yang diusulkan antara lain pelarangan plastik sekali pakai, pengembangan bioplastik, peningkatan program daur ulang, serta sistem pemilahan sampah yang lebih efisien.
“Diperlukan inovasi dalam sistem pengolahan limbah serta kampanye literasi lingkungan kepada masyarakat secara luas,” tuturnya.
Prof. Lilis juga mengajak kolaborasi lintas sektor antara akademisi, pembuat kebijakan, dan pelaku industri untuk menghadapi tantangan mikroplastik secara komprehensif.
