
Guru Besar FKM UNAIR Dorong Optimalisasi Statistik Rutin untuk Cegah Masalah Kesehatan Masyarakat
educare.co.id, Surabaya – Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menambah jajaran guru besarnya. Prof Dr Hari Basuki Notobroto dr MKes resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) pada Kamis (24/4/2025) di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C UNAIR. Dalam orasi ilmiahnya, Prof Hari menyoroti pentingnya pemanfaatan statistik rutin dalam merancang strategi pencegahan masalah kesehatan masyarakat.
Transisi Epidemiologi Jadi Tantangan Baru
Prof Hari menjelaskan bahwa meskipun pembangunan nasional menunjukkan perkembangan positif di banyak sektor, tantangan kesehatan di Indonesia masih cukup kompleks. Ia menggarisbawahi adanya transisi epidemiologi yang menyebabkan Indonesia kini menghadapi dua sisi masalah sekaligus: penyakit menular dan penyakit kronis degeneratif.
“Telah terjadi transisi epidemiologi, di mana di satu sisi kita dihadapkan pada masalah penyakit infeksi menular, tetapi di sisi lain juga dihadapkan pada masalah penyakit kronis degeneratif,” jelasnya.
Untuk menghadapi situasi ini, diperlukan strategi yang berbasis pada pengambilan keputusan dan perencanaan yang tepat. Di sinilah peran penting sistem informasi kesehatan, yang memegang dua fungsi utama: etiologis (mengenali sebab) dan evaluatif (menilai dampak program). Data rutin menjadi dasar penting dalam proses ini.
“Pengolahan data rutin akan menghasilkan statistik rutin yang apabila dimanfaatkan dengan optimal, ia dapat membantu manajemen kesehatan. Tidak hanya memberikan gambaran situasi masalah kesehatan di sebuah wilayah, tetapi juga mengidentifikasi masalah yang mungkin terjadi, sehingga dapat mengembangkan program kesehatan untuk upaya preventif,” paparnya.
Statistik Rutin Masih Minim Dimanfaatkan
Meski memiliki potensi besar, statistik rutin nyatanya belum dimanfaatkan secara maksimal dalam perencanaan program promotif dan preventif. Prof Hari menyoroti bahwa selama ini pengelolaan data lebih banyak difokuskan pada pengumpulan dan penyimpanan, bukan pada analisis dan interpretasi.
“Temuan menunjukkan, hanya 10–65% pemanfaatan statistik rutin oleh petugas kesehatan dilakukan dengan baik,” paparnya.
Ia menyebutkan beberapa faktor penghambat seperti rendahnya kualitas data, lemahnya manajemen data, serta terbatasnya kemampuan tenaga kesehatan dalam analisis statistik. Selain itu, mayoritas data yang tersedia masih bersifat agregat sehingga memiliki keterbatasan dalam menganalisis faktor risiko secara spesifik.
“Data agregat memiliki keterbatasan dalam analisis dan mengidentifikasi sebab atau faktor risiko masalah kesehatan. Perlu keterampilan untuk melakukan analisis identifikasi sebab, faktor risiko, dan perancu yang berkaitan dengan masalah kesehatan,” jelasnya.
Untuk mengatasi persoalan ini, Prof Hari mendorong optimalisasi penggunaan statistik rutin melalui penguatan sistem informasi kesehatan, pemanfaatan teknologi pengolahan data, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, serta kolaborasi dengan perguruan tinggi. Menurutnya, sinergi ini penting agar data yang ada tidak hanya menjadi arsip, tetapi menjadi dasar perumusan kebijakan kesehatan yang lebih akurat dan preventif.