Konsep Alternating Family: Prof Siti Mas’udah Bahas Dinamika Keluarga di Era Digital

EduNews

educare.co.id, Surabaya – Perkembangan masyarakat digital merupakan suatu keniscayaan yang membawa dampak pada berbagai aspek kehidupan, termasuk struktur dan dinamika keluarga. Kehadiran Generasi Z serta derasnya arus informasi telah mengubah pola interaksi dalam keluarga, yang mendorong munculnya konsep Alternating Family.

Konsep ini dibahas oleh Guru Besar Ilmu Sosiologi Keluarga Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Siti Mas’udah, S.Sos., M.Si., dalam orasi ilmiahnya pada acara pengukuhan guru besar UNAIR yang berlangsung di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C UNAIR, pada Kamis (27/2/2025). Dalam orasinya, Prof. Siti menyoroti pentingnya pendekatan baru dalam membangun keluarga berkualitas di Indonesia.

“Masyarakat saat ini mengalami perubahan sosial yang begitu cepat. Teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya mempercepat pertukaran informasi, tetapi juga memengaruhi nilai dan norma dalam keluarga,” ujarnya.

Tantangan Keluarga di Era Digital

Keluarga sebagai institusi sosial pertama memiliki peran penting dalam membentuk karakter individu. Namun, kemajuan teknologi informasi telah mengubah cara berinteraksi dan berkomunikasi dalam keluarga. Generasi Z, yang tumbuh dalam era digital, cenderung lebih terbuka, inklusif, dan menginginkan kesetaraan dalam hubungan keluarga.

“Relasi antar anggota keluarga semakin cair. Hubungan suami-istri dan interaksi antara orang tua dan anak menjadi lebih elastis. Media sosial kini tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sumber utama dalam memahami konsep perkawinan, keluarga, dan kehidupan,” jelas Prof. Siti.

Perubahan ini menuntut adanya paradigma baru dalam membangun keluarga yang berkualitas. Alternating Family hadir sebagai solusi dengan menekankan hubungan yang setara di antara anggota keluarga, tanpa ada pihak yang dominan. Berbeda dengan alternative family yang berkembang di negara Barat, Alternating Family lebih relevan dengan konteks masyarakat Indonesia yang sedang mengalami perubahan sosial. Konsep ini menekankan kesetaraan hak setiap individu dalam keluarga, pengambilan keputusan secara bersama, serta dorongan bagi setiap anggota keluarga untuk mengembangkan potensinya masing-masing.

“Selama ini, pembangunan keluarga lebih berorientasi pada ketahanan dan kesejahteraan secara kuantitatif. Namun, kita perlu pendekatan yang lebih holistik agar dapat memahami dinamika keluarga secara lebih mendalam,” ungkapnya.

Konsep ini sejalan dengan fenomena liquid modernity, di mana kehidupan menjadi lebih fleksibel dan tidak kaku. Generasi Z menginginkan hubungan keluarga yang lebih terbuka dan dinamis agar dapat berkembang secara maksimal.

Kontribusi terhadap Pembangunan Nasional dan SDGs

Pembangunan keluarga berkualitas tidak hanya berdampak pada kehidupan individu, tetapi juga berkontribusi terhadap kemajuan pembangunan nasional. Generasi yang unggul, inovatif, dan berdaya saing tinggi akan lebih siap menghadapi tantangan global. Selain itu, konsep Alternating Family juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam aspek Good Health and Well-Being serta Gender Equality.

“Kita harus menyadari bahwa perubahan dalam keluarga adalah sesuatu yang tak terelakkan. Dengan konsep Alternating Family, kita dapat membangun keluarga yang lebih adaptif terhadap perubahan zaman, sehingga mampu mencetak generasi masa depan yang lebih kuat dan siap bersaing di tingkat global,” pungkas Prof. Siti.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *