Dosen Kedokteran FIKKIA, dr. Kurnia Alisaputri, Sp.PD, mengingatkan bahwa interaksi manusia dengan hewan semakin meningkat, sehingga risiko gigitan pun bertambah. Oleh karena itu, penting untuk selalu waspada dan mengetahui cara penanganan yang tepat.
“Jangan mengabaikan gigitan hewan, karena kita tidak mengetahui keberadaan agen zoonosis dari kejadian itu. Kita tidak tahu jenis kuman yang hidup pada hewan penggigit. Khawatirnya terdapat infeksi zoonosis yang tertransmisi pada korban gigitan,” jelasnya.
Langkah Awal: Segera Cuci Luka dengan Air Mengalir
Setelah tergigit hewan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencuci luka dengan air mengalir. Jika memungkinkan, gunakan sabun saat proses irigasi untuk membantu menghilangkan kuman yang terbawa air liur hewan atau dari luka terbuka. Setelah itu, oleskan antiseptik non-korosif seperti iodine untuk membunuh bakteri penyebab infeksi.
“Selama pembersihan, pasien dapat membuka area luka tusuk bekas gigitan sambil melakukan irigasi. Hal tersebut agar agen patogen dapat ikut keluar dari area luka,” ujar dr. Kurnia, yang juga merupakan Spesialis Penyakit Dalam di RSUD Blambangan Banyuwangi.
Setelah proses pembersihan, segera cari bantuan medis di fasilitas kesehatan terdekat. Jika luka cukup luas dan robek, tutup luka dengan kain bersih untuk mencegah kontaminasi lebih lanjut saat perjalanan ke fasilitas kesehatan.
Golden Time Penanganan Luka: Tiga Jam Pertama Sangat Krusial
Penanganan medis dalam waktu tiga jam pertama setelah gigitan sangat penting untuk mencegah infeksi. Penelitian menunjukkan bahwa hampir 100 persen luka gigitan yang ditangani dalam rentang waktu ini dapat dicegah dari infeksi serius. Untuk gigitan ular, perawatan harus dilakukan secepat mungkin guna mencegah penyebaran bisa ke dalam tubuh.
Dalam penanganan medis, dokter akan mengevaluasi luka dan menentukan apakah pasien memerlukan vaksin antidot bisa, anti-rabies, atau imunoglobulin rabies. Hal ini sangat penting terutama jika gigitan berasal dari hewan yang berpotensi menularkan rabies.
“Injeksi anti-rabies dapat diberikan selama dua kali pada hari ke-0 dan 3 jika pasien sudah pernah mendapatkan vaksinasi rabies sebelumnya. Jika belum, pasien akan mendapatkan injeksi pada hari ke-0, 3, 7, 14, dan hari ke-28 untuk pasien dengan kondisi immunosuppressant,” jelas dr. Kurnia.
Pentingnya Vaksinasi Hewan dan Pencegahan Infeksi
Untuk mengurangi risiko penularan rabies, dr. Kurnia mengimbau agar pemilik hewan memastikan hewan peliharaan mereka sudah divaksinasi rabies. Selain itu, individu dengan profesi yang berisiko tinggi terhadap penyakit zoonosis, seperti dokter hewan dan petugas konservasi satwa, juga disarankan mendapatkan vaksinasi rabies secara berkala.
Ia juga menekankan pentingnya langkah preventif bagi mereka yang berencana mengunjungi daerah endemik rabies.
“Hindari kontak dengan hewan yang berisiko tinggi dan pastikan mendapatkan vaksinasi jika bepergian ke kawasan endemik rabies. Perjalanan yang aman dan sehat akan membuat liburan lebih menyenangkan,” pungkasnya.