Humanitarian Islam: Menag Nasar Buka Konferensi di UI dengan Sorotan Keberagamaan yang Inklusif

EduNews

educare.co.id, Depok – Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas, membuka secara resmi konferensi internasional bertema Humanitarian Islam di Universitas Indonesia (UI). Dalam pidatonya, Menag Nasar—begitu ia akrab disapa—menekankan pentingnya prinsip Humanitarian Islam sebagai jangkar yang kokoh dalam membangun keberagamaan yang inklusif, moderat, dan penuh kasih sayang di tengah masyarakat global yang semakin kompleks.

Menteri Agama KH Nasaruddin Umar mengatakan bahwa nilai-nilai Humanitarian Islam adalah jangkar yang telah merajut keberagamaan Indonesia menjadi harmoni yang begitu indah.

Hal tersebut dikatakan Menag Nasar saat didaulat membuka resmi Konferensi Internasional Humanitarian Islam di Balairung Universitas Indonesia (UI), Depok Jawa Barat pada Selasa (5/11/2024).

“Atas nama Bangsa dan Pemerintah Indonesia, saya mengucapkan selamat atas terselenggaranya Konferensi Internasional Humanitarian Islam. Semoga konferensi ini melahirkan semangat dan membawa manfaat besar bagi kita semua,” kata Menag Nasaruddin mewakili presiden.

Humanitarian Islam: Pilar Keberagamaan yang Mengedepankan Kemanusiaan

Mengawali konferensi yang dihadiri oleh para akademisi, cendekiawan, dan tokoh agama dari berbagai negara, Menag Nasar menjelaskan bahwa Humanitarian Islam adalah konsep Islam yang menekankan pada nilai-nilai kemanusiaan universal yang menjadi dasar dari ajaran agama. Konsep ini, menurutnya, lebih menyoroti aspek kemanusiaan, keadilan sosial, dan kasih sayang kepada sesama, yang merupakan inti ajaran Islam yang sejati.

“Islam sejatinya adalah agama yang penuh dengan kasih sayang. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, ‘Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam’ (QS. Al-Anbiya: 107). Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus menjadikan prinsip kemanusiaan ini sebagai dasar dalam segala aspek kehidupan, terutama dalam menjalankan ibadah dan hubungan kita dengan sesama,” ujar Menag Nasar.

Menurut Menag, Humanitarian Islam juga harus menjadi landasan bagi kebijakan publik dan aksi nyata yang mendukung kesejahteraan umat manusia. Dalam konteks Indonesia, yang merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Humanitarian Islam menjadi sangat relevan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama serta memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan persatuan.

Membangun Toleransi Melalui Pemahaman Keberagamaan

Dalam pidatonya, Menag Nasar juga menekankan pentingnya pemahaman yang lebih dalam terhadap keberagamaan dalam masyarakat Indonesia yang pluralistik. Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya, membutuhkan fondasi agama yang dapat menjembatani perbedaan dan membangun solidaritas antar kelompok. Di sinilah peran Humanitarian Islam menjadi sangat penting.

“Keberagamaan kita harus menjadi pengikat, bukan pemecah. Toleransi dan saling menghargai adalah kunci untuk menjaga keharmonisan sosial. Humanitarian Islam mengajarkan kita untuk tidak hanya peduli dengan sesama Muslim, tetapi juga dengan seluruh umat manusia, tanpa memandang latar belakang agama, etnis, atau budaya,” tegas Menag.

Penting untuk dicatat bahwa tema Humanitarian Islam yang dibahas dalam konferensi ini tidak hanya berkaitan dengan interaksi antar umat Islam, tetapi juga dengan hubungan umat Islam dengan umat beragama lainnya. Menurut Menag, hal ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia, di mana hubungan antar umat beragama sering kali menghadapi tantangan.

“Islam adalah agama yang terbuka, yang menghargai dan menghormati perbedaan. Kita harus terus berupaya menciptakan dialog antar umat beragama yang konstruktif, mengurangi radikalisasi, dan mempromosikan budaya damai,” tambahnya.

Praktik Nyata Humanitarian Islam di Indonesia

Salah satu poin penting yang disampaikan dalam konferensi adalah bagaimana nilai-nilai Humanitarian Islam dapat diterjemahkan ke dalam kebijakan dan praktik sehari-hari. Dalam konteks Indonesia, Menag Nasar mencontohkan berbagai inisiatif yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mempromosikan keberagaman dan toleransi, seperti Program Pesantren Moderat dan pelibatan tokoh agama dalam kegiatan kebangsaan.

Menag Nasar juga mengajak para peserta konferensi untuk melihat lebih jauh pada praktik-praktik yang dapat menguatkan persatuan dan kesatuan di tengah perbedaan. “Humanitarian Islam bukan hanya teori, tetapi juga harus diaplikasikan dalam kehidupan sosial kita sehari-hari. Seperti yang kita lihat dalam tradisi gotong royong di masyarakat, itulah implementasi dari ajaran Islam yang mengutamakan kepedulian terhadap sesama,” ujarnya.

Konferensi ini juga memperkenalkan sejumlah inisiatif berbasis pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai Humanitarian Islam dalam kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah dan pesantren-pesantren di seluruh Indonesia. Dengan cara ini, diharapkan generasi muda dapat tumbuh dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang Islam yang moderat dan penuh kasih sayang, serta dapat berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dan keharmonisan sosial.

Mendorong Dialog Antar Agama dan Antar Budaya

Sebagai negara dengan mayoritas Muslim, Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi teladan dalam membangun harmoni antar umat beragama di dunia. Menag Nasar mengajak semua pihak untuk menjadikan Humanitarian Islam sebagai dasar untuk membangun dialog antar agama yang lebih produktif. Hal ini tidak hanya penting untuk Indonesia, tetapi juga untuk hubungan antar negara yang memiliki populasi Muslim besar di dunia.

“Pendidikan berbasis Humanitarian Islam yang memperkenalkan toleransi, kerukunan, dan saling menghargai sangat penting untuk menciptakan perdamaian global. Dialog antar agama dan antar budaya harus terus dipupuk, dan kita semua memiliki peran penting dalam membangun dunia yang lebih damai dan sejahtera,” ujarnya.

Kesimpulan: Humanitarian Islam Sebagai Kekuatan Pemersatu

Menag Nasar mengakhiri pidatonya dengan mengingatkan bahwa Humanitarian Islam bukan hanya menjadi pilar keberagamaan bagi umat Islam, tetapi juga menjadi kontribusi nyata bagi dunia yang lebih damai. Sebagai agama yang mengajarkan kedamaian, kasih sayang, dan keadilan, Islam memiliki kekuatan untuk menjadi jangkar dalam menciptakan dunia yang lebih inklusif dan berkeadilan.

“Sebagai umat Islam, kita harus terus berpegang teguh pada ajaran agama yang penuh kasih sayang ini. Dengan Humanitarian Islam, kita dapat menghadapi tantangan global dengan penuh kedamaian dan persatuan. Konferensi ini adalah langkah awal untuk menguatkan peran Islam sebagai agama yang mengutamakan kemanusiaan,” tutup Menag.

Melalui konferensi ini, diharapkan nilai-nilai Humanitarian Islam akan semakin meluas dan memberikan inspirasi bagi dunia untuk membangun kebersamaan, merayakan perbedaan, dan menjaga perdamaian di tengah masyarakat yang semakin plural.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *