
Dosen FKM UNAIR Bahas Keterkaitan Kebiasaan Sarapan Mahasiswa dengan Risiko Anemia
educare.co.id, Surabaya – Sarapan bukan hanya sekadar rutinitas pagi, melainkan merupakan kebutuhan penting untuk menjaga daya tahan tubuh dan memberikan energi yang dibutuhkan, terutama bagi mahasiswa yang memiliki aktivitas padat di pagi hari. Tanpa asupan nutrisi yang cukup, tubuh dan otak tidak akan berfungsi secara optimal.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR), Lutfi Fajar Nuraidah, S.KM., M.Epid., menjelaskan pentingnya kebiasaan sarapan untuk mencegah risiko anemia. “Melalui sarapan, tubuh dapat memperoleh nutrisi baik makronutrien maupun mikronutrien yang diperlukan sebagai bahan bakar, sehingga mahasiswa dapat menerima materi perkuliahan, aktif serta partisipatoris,” ujarnya.
Dosen yang akrab dipanggil Lutfi ini menegaskan bahwa penundaan sarapan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, terutama bagi mahasiswa. Dampaknya meliputi ketidakfokusan di kelas, gangguan pencernaan bagi mereka yang terbiasa sarapan, dan jika kebutuhan makronutrien tidak tercukupi, dapat berisiko menyebabkan anemia.
Namun, meski memiliki jadwal yang padat, Lutfi mengingatkan mahasiswa untuk tetap menyempatkan sarapan. “Sarapan tidak harus dengan makanan berat, cukup roti, telur, dan susu, tergantung pada kebiasaan masing-masing,” jelasnya.
Keterkaitan Pola Makan dengan Risiko Anemia
Menurut data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI), ada hubungan erat antara kebiasaan menunda sarapan dengan risiko anemia. Sarapan pagi merupakan waktu penting untuk memperoleh asupan zat gizi penting, seperti zat besi dan vitamin B12, yang berperan dalam produksi sel darah merah. “Kalau misalnya kita tidak memulai hari dengan asupan yang tepat, bisa saja terjadi anemia,” tegasnya.
Lutfi juga menekankan pentingnya membangun kebiasaan sarapan yang sehat sejak kecil. “Kebiasaan yang baik yang ditanamkan sejak dini akan lebih mudah diterapkan hingga dewasa. Terutama bagi remaja putri yang sudah menstruasi, tidak ada asupan zat besi akan sangat berpengaruh,” tambahnya.
Lutfi mengungkapkan bahwa gejala anemia sering kali tidak disadari oleh mahasiswa, dengan tanda-tanda seperti pusing dan mudah lelah. Bahkan, banyak kasus anemia yang baru terdeteksi saat mahasiswa melakukan donor darah dan ditemukan kadar hemoglobin yang rendah.
Ia mengingatkan mahasiswa untuk lebih peduli terhadap kesehatan diri mereka agar dapat menjalani aktivitas perkuliahan dengan baik. Selain itu, Lutfi mengajak orang tua untuk membiasakan pola makan sehat sejak dini, sehingga kebiasaan sehat ini terus terbawa hingga dewasa. “Harapannya, mari berfikir untuk hidup sehat agar kita bisa menghasilkan generasi dan akademisi yang sehat,” tutupnya.