Pakar Hukum UNAIR: Penahanan Ijazah oleh Perusahaan Langgar Hak Pekerja

EduNews

educare.co.id, Surabaya – Praktik penahanan ijazah oleh perusahaan kembali menjadi perhatian publik, menyusul mencuatnya kasus serupa di Surabaya. Praktik ini dinilai merugikan pekerja secara administratif serta melanggar hak asasi manusia, karena membatasi mobilitas sosial dan profesional mereka.

Meskipun penahanan dokumen pribadi seperti ijazah telah banyak dikritik, belum ada regulasi nasional yang secara eksplisit melarangnya. Hal ini membuka celah hukum yang kerap dimanfaatkan oleh sejumlah pengusaha.

Pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., C.N., menyatakan bahwa tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai bentuk pemaksaan yang bertentangan dengan prinsip kebebasan bekerja.

“Penahanan ijazah oleh pengusaha jelas merugikan pekerja. Ijazah merupakan dokumen pribadi yang melekat pada individu, sehingga seharusnya tidak boleh ditahan,” tegas Prof. Hadi.

Ia menjelaskan bahwa sering kali, pekerja tidak berada dalam posisi tawar yang setara. Kondisi mendesak dan kebutuhan akan pekerjaan membuat mereka menerima syarat tersebut agar bisa tetap bekerja.

“Pekerja dipaksa karena kondisi yang mendesak dan kebutuhan akan pekerjaan. Jika tidak menuruti keinginan pengusaha, mereka terancam diberhentikan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Prof. Hadi mengungkapkan bahwa secara nasional belum terdapat aturan hukum yang secara spesifik melarang penahanan ijazah dalam hubungan kerja. Namun demikian, Provinsi Jawa Timur telah memiliki ketentuan dalam Perda No. 8 Tahun 2016, yang pada Pasal 42 menyebutkan larangan bagi pengusaha untuk menahan dokumen pribadi pekerja, termasuk KTP, SIM, KK, dan ijazah.

Ia juga menyoroti dampak serius dari praktik ini, khususnya terhadap karier dan kehidupan sosial pekerja yang ingin berpindah kerja atau melanjutkan studi.

“Dampaknya sangat signifikan terhadap pekerja. Mereka bisa terkekang di perusahaan tempat mereka bekerja saat ini dan tidak dapat dengan mudah berpindah kerja ke tempat lain,” jelasnya.

Terkait sanksi, Prof. Hadi menjelaskan bahwa perusahaan dapat dikenakan sanksi perdata, termasuk gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Selain itu, pengawas ketenagakerjaan dari Disnaker atau Kementerian Ketenagakerjaan dapat menjatuhkan sanksi administratif. Bahkan sesuai dengan Perda Jatim, pelaku juga dapat dikenai sanksi pidana berupa kurungan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *