
Kisah Inspiratif Sri Melati, Difabel Lulusan UCL Yang Memilih Ngajar di SLB
Jakarta (Educare) – Melepas impian dalam hidup merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Terlebih lagi jika kondisi yang membuat kita terpaksa untuk melepas impian tersebut. Seperti yang terjadi pada Sri Melati, seorang perempuan yang harus berhenti menjadi dokter akibat masalah kesehatan yang dialaminya.
Pada tahun 2011, perempuan yang sering disapa Imel ini mendapati bahwa dirinya mengalami TBC otak dan harus dioperasi. Namun, usai operasi mata kiri Imel mengalami buta total. Walaupun mata kanannya masih berfungsi, Imel tetap tidak bisa kembali mengabdi sebagai dokter seperti sebelumnya.
Imel mulanya adalah seorang dokter dan telah melakukan pengabdian di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) selama dua tahun setelah lulus studi dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU).
“Saya sudah profesi jadi dokter tahun 2009 dan saya kehilangan penglihatan di tahun 2011. Dan saya baru kembali sekolah di 2021. Jadi dari 2011 ke 2021, selama 10 tahun itu saya keliling-keliling mencari, mau ngapain. Sebagai tunanetra saya bingung mau ngapain,” dikutip dari laman detikEdu, Sabtu (19/8/2023).
Pada tahun 2017, ia bersama keempat temannya mendirikan sebuah yayasan bernama Yayasan Dwituna Harapan Baru. Yayasan ini didirikan untuk para penyandang disabilitas ganda.
“Karena memang kita khusus disabilitas ganda. Kalau yang disabilitasnya cuma satu itu kita nggak terima. Kita hanya menerima siswa dengan disabilitas ganda atau berat,” jelas Imel.
Pada tahun 2018, Imel berhasil mendapatkan beasiswa LPDP untuk berkuliah S2 di Universitas College London. UCL sendiri merupakan universitas yang masuk top 10 kategori universitas terbaik di dunia.
“Di London saya ambil UCL, dapat, saya ambil studi Special Inclusive Education,” kata Imel
Saat ditanya tentang mimpi dan harapannya kedepan, imel hanya ingin menikmati hidupnya yang sedang dijalani. Ia memiliki harapan yang besar bagi para murid disabilitasnya.
“Harapannya disabilitas semakin diterima, semakin terbuka. Kita bukan remeh, kita bukan sider, kita bukan orang yang terpinggir. Kita ada di tengah-tengah masyarakat dan bagian dari masyarakat. Jadi anak-anak yang disabilitas juga harus dianggap sebagai anak-anak yang berdaya,” harapnya.
Imel pun memiliki rencana untuk terus belajar dan melanjutkan pendidikan demi dirinya dan kualitas pengajaran yang akan diberikan kepada murid-muridnya.