Cermat Konsumsi Daging Saat Idul Adha, Pakar UNAIR Ingatkan Risiko Penyakit

Edufood Eduhealth EduNews

educare.co.id, Surabaya – Perayaan Idul Adha identik dengan konsumsi daging dalam jumlah besar. Namun, kebiasaan ini berisiko menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti kolesterol tinggi, penyakit jantung, hingga diabetes melitus. Hal ini diungkapkan oleh Lailatul Muniroh SKM MKes, pakar kesehatan masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (UNAIR).

“Masyarakat ketika mengkonsumsi daging tanpa dikontrol, apalagi menyantap jeroan yang tinggi kolesterol, dan memasaknya dengan cara yang tidak sehat seperti digoreng atau dimasak dengan santan,” jelasnya dalam siaran tertulis UNAIR (6/6).

Menurut Lailatul, cara pengolahan daging memengaruhi kandungan lemak dan senyawa berbahaya dalam makanan. Metode memasak dengan suhu tinggi seperti dibakar atau digoreng justru menghasilkan senyawa toksik, terutama jika daging dimasak hingga gosong.

“Meskipun tidak serta-merta menurunkan kadar lemak, metode memasak rendah suhu seperti mengukus jauh lebih sehat daripada membakar hingga hangus,” ungkapnya.

Ia juga membantah anggapan bahwa mencuci daging dengan air panas atau jeruk nipis dapat mengurangi kandungan kolesterol. “Kolesterol berada di dalam jaringan otot dan tidak larut dalam air. Jadi, mencuci daging meskipun dengan air panas atau jeruk nipis tidak akan mengurangi kolesterolnya,” paparnya.

Mitos lain yang banyak dipercaya masyarakat adalah anggapan bahwa daging kambing lebih berbahaya dibandingkan daging sapi. Lailatul menepis klaim ini dan menjelaskan bahwa dalam banyak kasus, daging kambing justru memiliki kandungan lemak jenuh dan kalori yang lebih rendah.

“Yang penting adalah jumlah dan cara pengolahannya. Porsi aman konsumsi daging merah matang sekitar 50–70 gram per sajian, maksimal dua hingga tiga kali seminggu,” jelasnya.

Ia menyarankan agar konsumsi daging selalu disandingkan dengan makanan tinggi serat seperti sayuran dan buah. Serat, menurutnya, membantu mengendalikan kadar kolesterol, memperlancar pencernaan, serta mencegah gangguan metabolik.

“Jika ingin manfaatnya optimal, daging harus dikonsumsi bersamaan dengan serat, protein nabati, dan dimasak dengan metode sehat. Pola makan harus menyeluruh, tidak hanya fokus pada satu jenis makanan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Lailatul menegaskan bahwa daging bukanlah musuh bagi kesehatan, melainkan perlu dikonsumsi secara bijak. “Keseimbangan dan kesadaran adalah kunci. Bukan berarti tidak boleh makan daging, tapi harus tahu kapan cukup dan bagaimana mengolahnya,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *