Educare.co.id – Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar), Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengadakan sosialisasi Kurikulum Merdeka pada 19 Mei 2023. Kegiatan yang melibatkan perwakilan guru di Kota Medan ini bertujuan untuk menyampaikan kebijakan kurikulum kepada ekosistem pendidikan dan pemerintah daerah agar dapat diimplementasikan dengan baik.
Seperti yang dikutip dalam website Kemendikbud.go.id, pelaksana tugas (Plt.) Puskurjar, Zulfikri Anas, mengatakan kepatuhan administrasi bukanlah menjadi persyaratan utama dalam Kurikulum Merdeka melainkan kecintaan guru pada siswa dan bagaimana guru bisa menggunakan mata hati untuk melihat kebutuhan mereka.
Zulfikri Anas menjelaskan bahwa pendidikan merujuk pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah untuk memerdekakan manusia secara lahir dan batin. Guru harus memerdekakan muridnya dan hal ini tidak mungkin terjadi apabila guru terbelenggu oleh administrasi yang rumit dan materi yang banyak. “Kurikulum Merdeka memberikan kemerdekaan pada siswa dan juga gurunya dalam memilih metode yang paling tepat sesuai kebutuhan siswanya. Oleh sebab itu, guru harus mengenal dulu siswanya sebelum menyampaikan materi. Upaya mengembalikan pendidikan ke marwah yang sebenarnya dapat dicapai melalui kurikulum ini,” ungkap Zulfikri.
Dalam kesempatan ini turut hadir Sofyan Tan selaku Anggota Komisi X DPR RI memberikan dukungannya terhadap Kurikulum Merdeka. Sofyan mengatakan, guru merupakan fasilitator yang sejatinya dalam proses pembelajaran mampu memberi keleluasaan kepada peserta didik. Dalam mengoptimalkan proses pembelajaran, tidak ada batasan bagi guru untuk menggunakan peralatan yang sesuai dan dapat membantunya mempermudah proses pemahaman materi pada peserta didik.
“Belajar harus bahagia seperti bermain di dalam taman. Bermain menghasilkan inovasi terbaru, di mana siswa pulang lebih pintar, lebih ramah dan lebih bahagia. Jika anak pulang dalam keadaan stres maka guru itu gagal,” ujar Sofyan.
Lebih lanjut Sofyan menjelaskan bahwa saat ini sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka sudah hampir 80 persen. Kurikulum Merdeka menjadikan anak berpikir logis dan mendorong daya kritisnya. Inilah salah satu nilai penting yang harus dimiliki generasi masa depan. Ditambah makin tingginya tuntutan kompetensi bagi generasi di masa mendatang sehingga anak harus menguasai berbagai bidang ilmu maupun keahlian (multi disiplin ilmu).
Sofyan menilai, penerapan Kurikulum Merdeka ini sangat relevan kondisi dan kebutuhan dunia kerja di masa mendatang. Oleh karena itu penting untuk menjaga implementasi Kurikulum Merdeka ini agar berjalan secara berkesinambungan hingga ke jenjang perguruan tinggi.
“Suatu barang akan berubah nilainya tergantung pada lingkungan di mana dia berada. Kurikulum Merdeka sangat penting untuk kelanjutan pendidikan anak sampai ke perguruan tinggi, karena anak harus bisa multidisiplin, tidak bisa hanya satu disiplin ilmu saja agar mereka bisa berhasil,” jelasnya.
Salah satu peserta acara sosialisasi, Guru SD Swasta Parulian 1 Medan, Romian Theresia Nababan mengungkapkan Kurikulum Merdeka bersifat fleksibel. Sebagai Guru Penggerak, ia sangat antusias menerapkan ilmu yang ia dapatkan kepada siswa dan berbagi kepada guru-guru lain di sekolah tempat ia mengajar.
“Meskipun sekolah kami masih dalam proses mendaftar Kurikulum Merdeka namun saya mulai menerapkan budaya positif di sekolah agar Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) bisa tercipta secara merata. Saya tidak terlalu berpatokan kepada buku lagi namun belajar dari platform Guru Berbagi, Guru Belajar, dan melalui youtube lalu saya ajarkan ilmu yang saya dapat kepada siswa,” jelas Romian.
Peserta lain, Guru SD Hidup Baru, Rentha Siregar merespons dengan baik kegiatan sosialisasi ini. Menurutnya, guru menjadi lebih bisa mengenal Kurikulum Merdeka yang merupakan kelanjutan dari K-13 namun Kurikulum Merdeka lebih student-centered. Rentha berharap setelah mengikuti kegiatan ini, ia dan temannya lebih bisa berkolaborasi dan menyamakan persepsi mengenai Kurikulum Merdeka.
Rentha menjelaskan lebih lanjut bahwa di sekolah tempat ia mengajar masih ada beberapa guru yang kurang memahami kurikulum ini dan menganggap merubah kurikulum adalah sesuatu yang melelahkan. “Guru sebagai fasilitator harus memiliki kekuatan dan energik karena siswa SD punya energi yang luar biasa, namun ketika mereka bisa belajar sambil bermain maka mereka akan merasa senang dan nagih terus ingin belajar,” Tutur Rentha.
Sumber : Kemendikbud.go.id